Tuesday, August 15, 2006

Untuk para orang tua homeschooling yang patah hati

Berapa kali kita menyaksikan kegagalan demi kegagalan anak-anakkita? Berapa kali kita merasa putus asa dan patah hati? Berapa kalikita berpikir bahwa usaha kita sia-sia? Semoga sedikit kumpulankegagalan orang lain di bawah ini bisa memberikan sedikit celahharapan bahwa kegagalan kita/anak-anak kita bukan akhir segalanya.

Albert Einstein : baru bisa berbicara di usia 4 tahun. Hasilbelajarnya sangat jelek di sekolah dasar dan bahkan tidak lulusujian masuk pertamanya di Zurich Polytechnic.

Isaac Newton: memiliki kinerja buruk di sekolah dasar dan dianggapsebagai murid yang `tidak menjanjikan'

Thomas Edison: kecil dianggap terlalu bodoh untuk belajar apapunoleh gurunya. Waktu membuat bola lampu, ia harus melakukan sekitar2000 percobaan sebelum akhirnya berhasil.

Michael Jordan (pemain bola basket NBA): pernah diberhentikan daritim bola basket SMAnya.

Walt Disney (pendiri perusahaan "Disney"): pernah dipecat oleh salahseorang editor koran di mana ia bekerja karena dianggap `kurangmemiliki imajinasi dan ide orisinil'

Winston Churchill (mantan PM Inggris): tidak bisa naik kelas dikelas 6 karena tidak menyelesaikan ujian persyarat kelulusan.

The Beatles (grup band kenamaan Inggris): pernah ditolak olehperusahaan rekaman Decca Recording karena suaranya tidak disukai.

Elvis Presley: pernah dipecat sebagai penyanyi dari Grand Ole Oprydan disarankan untuk menjadi sopir truk saja.

Alexander Graham Bell: dengan telepon penemuannya pernah diejek dandilecehkan, bahwa penemuannya tidak akan digunakan orang

Chester Carlson: penemu mesin fotokopi selama 7 tahun terus ditolakoleh 20 perusahaan yang tidak menginginkan penemuannya. Akhirnyapenemuannya diterima oleh perusahaan bernama Heloid. Perusahaan itusekarang kita kenal dengan nama Xerox Corporation.

Wilma Rudolph: peraih 3 kali medali emas kejuaraan lari diolimpiade, terlahir prematur dan dan divonis tidak bisa hidup lama.Penyakit pneumonia dan demam scarlet menyebabkan kaki kirinyalumpuh.

Woody Allen : penulis, produser dan sutradara pemenang AcademyAward, tidak lulus dalam pelajaran `produksi gambar gerak' di NewYork University dan the City College of New York dan tidak lulusjuga dalam mata pelajaran bahasa inggris di New York University.

Ed Gibson: astronot, pernah tidak naik kelas di kelas satu dan empat.

Gregor Johann Mendel: ahli botani dari austria yang menemukan hukum dasar hereditas/pewarisan sifat tidak pernah lulus ujian untuk menjadi guru sains.

Paul Ehrlich : ahli bakteri dari German, peraih penghargaan Nobel dibidang obat-obatan tahun 1908, kinerjanya sangat buruk di sekolah dan sangat membenci ujian. Kemampuan menulis dan berbicaranya sangat kurang.

William Faulkner: peraih Nobel di bidang literatur tahun 1949 tidak pernah lulus dari sekolah menengah atasnya karena tidak memiliki cukup kredit (nilai) untuk bisa lulus.

Malcolm Forbes : sebelumnya adalah editor-in-chief di majalahForbes, salah satu bisnis publikasi yang terbesar di dunia, ditolak sebagai staff oleh koran sekolahnya semasa di Princeton University.

Henry Ford: gagal dan bangkrut sebanyak 5 kali sebelum akhirnya berhasil.

Daniel Dafoe: penulis Robinson Crusoe menawarkan karyanya ke 20penerbit dan ditolak. Tetapi akhirnya karyanya berhasil diterbitkandan telah menjadi best-seller selama lebih dari 250 tahun sampaisekarang.

Ayo kita semangat lagi, bangkit lagi! Homeschooling terus!

Saturday, August 12, 2006

The Apprentice: Bukan Hanya Milik Donald Trump

Mendengar istilah "The Apprentice" petama yang terlintas di benak kita selalu "Donald Trump". Tidak lagi! Kenapa? karena "The Apprentice" juga milik homeschooler. Menjadi "The Apprentice" atau "Anak Didik" sudah menjadi bagian dari homeschooling sejak lama. Apabila di Indonesia, menjadi anak didik/praktek kerja/kuliah kerja nyata hanya dinikmati oleh mereka di semester tinggi perguruan tinggi atau di sekolah-sekolah kejuruan, homeschooler bisa melaksanakannya sejak dini, kapanpun homeschooler ingin dan tertarik, dan kapanpun kesempatan ada (tentu saja harus proporsional sesuai dengan usia masing-masing homeschooler).

Lebih dari sekedar pengisi potfolio, kegiatan "Apprenticeship" memiliki beberapa keuntungan:

1. Memperluas kesempatan bersosialisai:
dengan kerja praktek langsung, terutama homeschooler akan banyak bertemu dengan banyak orang lain terutama orang dewasa. Bukankah sosialisasi tidak terbatas dengan teman sebaya saja?

2.Learning by Doing:
pernah ingat pepatah Cina: Tell me and I will forget: Show me and I may remember: Involve me and I will understand. Tidak heran kalau kita sering mendengar kalimat-kalimat "tidak ada gunanya belajar, nggak bisa dipakai kerja", "kuliah sama kerja beda sekali", dsb. Banyak hal yang bisa dipelajari dalam praktek di dunia nyata, yang jelas homeschooler tidak lagi ‘mengerjakan soal’ tetapi ‘menyelesaikan persoalan’, tidak hanya ‘book smart’ tetapi juga ‘street smart’.

3. Pengembangan diri:
Homeschooler bisa mendapatkan esensi bekerja baik secara fisik maupun emosional. Bisa mengalami berbagai macam tipe pekerjaan dengan berbagai macam tingkat kesulitan dan ‘financial return’. Input ini sangat penting dalam proses pendewasaan.

4. Inspirasi:
Homeschooler bisa jadiakan terinspirasi oleh satu jenis pekerjaan setelah ia memperoleh kesempatan untuk mengenalnya. Sangat beralasan bukan? Bagaimana kita bisa tahu bahwa kita akan mencintai suatu pekerjaan/bidang tertentu kalau apa dan bagaimananya kita tidak tahu sama sekali.

5. Cara pandang baru:
Kalaupun akhirnya homeschooler tidak ‘into’ pekerjaan dimana dia terlibat, paling tidak homeschooler secara tidak sadar telah belajar mengenai kehidupan orang lain, talenta orang lain, sehingga bisa timbul cara pandang baru, sikap menghargai. (lagipula, kita sering tidak terpikir untuk menghargai tempe yang murah sampai kita tahu kalau membuatnya tidak mudah)

6. Sikap terhadap uang:
Dengan bekerja (apalagi kalau orangtua bisa berkolaborasi supaya homeschooler digaji sesuai dengan jenis pekerjaannya), homeschooler jadi bisa lebih menghargai nilai uang. Bahwa yang selama ini mereka peroleh secara gratis adalah hasil kerja keras. Semoga dengan pengalaman tersebut, sikapnya terhadap uang bisa lebih bijaksana.

Bidang apa saja yang baik untuk kegiatan ini? Bidang pekerjaan apapun sama baiknya (tentu saja dalam ruang lingkup yang sesuai dengan nilai/norma yang dianut masing-masing keluarga). Kita yang mungkin berasal dari keluarga berada ada baiknya tidak memandang rendah pekerjaan seperti pertukangan, perbengkelan, masak-memasak, pertanian, dan pekerjaan lain yang diasosiasikan sebagai pekerjaan orang susah. Pernahkah kita bertanya-tanya kenapa teknologi terbaru di bidang cat, bahan bangunan, permesinan, bahkan panci dapur dan bahan membuat kue jarang yang berasal dari negeri kita? Mungkin sudah waktunya kita memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak-anak kita untuk mengenal berbagai macam hal di dunia ini. Karena hanya melalui pengenalan timbul minat, melalui minat timbul pemahaman, melalui pemahaman timbul kreatifitas, melalui kreatifitas terasah pikiran kritis dan inovasi.

Monday, August 07, 2006

What is Hard in Homeschooling?

People tend to believe that what is hard in homeschooling is time, money, certificate/diploma and difficult subjects.
These are what have been hard in our homeschooling:
- Unconditional love
loving the kid even though she couldn't convert kg to pound. Not expecting anything from her after all I've done.
- Believing the kid
I often forget the fact that everyone learns given the right environment. It's a continuing struggle not to force-fed her with materials for the sake of my own security.
- Accepting and respecting her stand
After all the things, I must be proud and supportive if one daylet's say she will say "mommy I want to be a tailor" or "I want tolive as a fisherman". I keep preparing myself for any possibilitiesand try to be proud that she finally find her moment of truth to make up her choice and not to be judgemental. It's difficult.
- Witnesing her failure
everyone makes a mistake but when it comes to your child you'll feel frustrated and angry. You always want to correct the mistake right away and preach them all day. This is the thing in my 'don't' list which I hope to remember everytime
- Not to be crazy for perfection
Homeschooling is not a happily ever after scenerio. I must tell myself all the time and be easy on imperfection.
- Being able to nurture her soul
forget about academic for a minute, above of all I want her to have a beautiful soul so she can be a fulfiled and happy person first then give what she has to others. And that she one day in her life may say: "my god given live is worth living". I don't know if I can do that knowing that as human I am imperfect.

Put the Blame on Homeschooler

We started homeschooling as a need rather than as a way to criticize present schools or to withdraw ourselves from mainstream society or worse to create a super kid. We have always been great with the decision. We feel liberated from poor system and experience freedom in learning. But then come along the hazels. We always believe that some people can be rude to homeschooler or anybody without any particular reasons or intentions but to a new homeschooling family it can create a shaky ground, doubts and frustration.

Here are some things that we have experienced concerning this issue. Hope it is useful for homeschooling families to be:
- When my kid was engaged in particular books for hours, people said that she was diluted.
- When she spent the whole day (or many days sometimes) playing with friends, biking, going outside exploring the bushes and the meadows, people said that homeschooler didn’t study anything.
- When she said that she didn’t like playing piano and violin, people said that her brain would not develop properly and they didn’t consider ‘angklung’ as instrument worth learning. To them angklung sounded ‘kampungan’.
- When she spent the whole morning busy with her pottery and clay work, people said ‘uuuhh..look at you, you are so dirty’. They didn’t know that she tried to make dishes replicating those from the Ming dynasty.
- When she was feeling unwell, sad, tired, angry or bored, people would directly associate those feelings with homeschooling, like homeschooler is not a normal human being with all sorts of feeling.
- When she refused to play with friends at certain time, it was a bad score but people didn’t score her for spending an afternoon chatting with a lonely elderly living few blocks from us or from reading for and taking care of toddlers in our neighborhood.
- When she was just busy with her cat and dog, sometimes people said “you will smell like a dog”. They were not interested in her knowledge about dog or cat breeds and their characteristics.
- When she spent days (because she was too excited so once was not enough) going to nearby ‘city farm’ learning stuffs and harvesting vegetables, people said “why do you spend the whole hot day in the farm when you can buy vegetables in supermarket”
- When she was so involved in electricity tools, people said “how come you let girls play with those stuffs. Anyway, she can be electrocuted.”
- When she was not interested in ‘counting fast’, people said that homeschoolers needed to be drilled. They didn’t think that she being responsible with her own financial budget as math, measuring materials for her baking projects was not considered math too. They thought math merely as an entertainment, not a problem solving, math as a way to ‘show off’ not as a tool to solve everyday problem from cooking to building space station.
- When she inspired other neighboring kids to catch insect specimens for preservation, people said that she was a bad influence making the kids refuse to do their home works.
- When she learnt about Indonesian spices and herbs, people mockingly said to me “why is she doing house maid job?” little did they know that we are rich in spices but never have power in spice world trade. How can we, as a country ever win? More and more children don’t even know the difference between ginger and turmeric.
- When she did chores like throwing garbage, or folding clothes, etc, people seriously advised me not to make her as a closed minded woman. They thought that I have put her in danger of being an uneducated woman, that now more than ever woman had unlimited opportunity. However when there was a butterfly from the bird-winged type fluttering and she shouted to me “mommy…papilio memnon...it’s papilio memnon I know it” They still didn’t think that she was educated. Instead they thought that she was weird. The reason: they didn’t even know that papilio memnon was a latin name for a certain species of butterfly. The fact that she by herself started to put interest in latin name when she was barely seven years old didn’t mean anything. - ETC

Bottom line, people rarely applaud us for homeschooling. In most of the time, they tend to put us under an electron microscope to find any possible spot like we were not just an ordinary people. People bombarded us with tons of destructive questions to satisfy their own insecurity about their children’s education. Anyway above of all, we are doing fine. Good Luck!

Mitos Keliru Tentang Homeschool

1. Homeschooler kurang bersosialisasi, tidak realistis terhadap dunia
Bersosialisasi berarti berinteraksi dengan individu individu lain tidak harus dengan mereka yang sebaya saja. Homeschooler berinteraksi dengan siapa saja, baik teman sebaya, mereka yang lebih tua maupun yang jauh lebih muda sekalipun. Mereka diajar untuk bisa menempatkan diri di lingkungan manapun dengan siapapun dan menjalin hubungan/interaksi bukan karena diharuskan atau dipaksakan tetapi karena kesadaran bahwa hubungan antar manusia itu memiliki makna. Apakah sekolah menjamin keberhasilan sosialisasi anak? Jarang sekali ada sekolah yang bisa menyediakan tempat dimana jiwa anak anak bisa tumbuh dengan sehat (sebagai dasar sosialisasi yang baik). Konflik yang tidak diselesaikan dengan baik, kesedihan yang tidak didengarkan, kelebihan dan kekurangan yang tidak diperhatikan. Dan kalau boleh jujur, berapa lama anak anak bisa berinteraksi dengan teman sebayanya karena begitu masuk kelas itu berarti ‘shut up’. We can hardly communicate when we ‘shut up’. Belum lagi sekolah sekolah yang mengeksklusifkan diri sehingga kalangan tertentu saja yang bisa masuk, misalnya yang mampu saja, yang miskin saja atau yang beragama tertentu saja, Inikah sosialisasi? Homeschooler tidak realistis terhadap dunia? Di dunia nyata, kita hidup berinteraksi dengan berbagai macam orang dari berbagai macam usia dan latar belakang. Apakah mungkin kita bersikap ‘aku hanya mau berinteraksi dengan orang orang yang seusia dengan aku dengan latar belakang yang sama’. Who’s being unrealistic? Memang stress atau konflik yang sering terjadi di sekolah tidak selamanya jelek, hal hal negative kadang justru bisa menjadi pelatihan diri yang baik. Tapi melihat mejamurnya sekolah sekolah sebagi profit center sekarang, apakah kita perlu membayar puluhan bahkan ratusan juta supaya anak kita mendapatkan konflik dan stress yang sebenarnya bisa kita dapatkan secara gratis dimana saja. Untuk sosialisasi?

2. Orang tua tidak bisa menjadi guru
Orang tua dianggap tidak bisa menjadi guru, itu karena selama ini kita berpandangan keliru mengenai guru. Bahwa guru itu tahu segalanya dan tidak pernah salah, berdiri di depan murid (anak) dan berceloteh. Murid dianggap pasif sebagai penerima informasi. Dalam homeschool, tugas orangtua yang terutama adalah menanamkan sikap mental learning. You don’t teach the kids calculus or the law of gravity, you teach them how to teach themselves. Guru adalah siapa saja yang memberikan ilmunya. Sewaktu anak bertanya-tanya bagaimana adonan semen untuk bangunan dibuat dan dia mendapatkan jawabannya dari seorang tukang bangunan, maka tukang tersebut adalah guru. Ketika dia berinteraksi dengan peneliti musik etnik di pedalaman afrika dan dia memperoleh suatu pengetahuan baru, maka peneliti itu adalah guru. Dengan kemajuan teknologi seperti sekarang, ahli apa yang tidak bisa kita temui di internet, dari ahli pembuat permen sampai astrobiology bisa kita jangkau dalam hitungan detik. Mereka semua adalah guru guru yang sangat ahli di bidang masing-masing, yang bisa diajak bertukar pikiran dan berdebat sekalipun.

3. Orang tua harus tahu segalanya
Orangtua tidak harus tahu segalanya untuk bisa melakukan homeschool. Belajar dari keberhasilan para orang tua yang sejak beberapa dekade lalu telah melakukan homeschool, bahkan pasangan petanipun bisa menghasilkan anak anak yang diterima di universitas universitas papan atas di fakultas kedokteran, hukum, dll. Apakah orangtua orangtua ini duduk sepanjang hari di depan anak-anaknya dan mengajari mereka ini dan itu? Tidak! Mereka bekerja di ladang, memerah susu dan mengurusi ternak yang lain. Bagaimana itu bisa terjadi? Contoh orang tua di atas tidak tahu segalanya tetapi mereka tahu bagaimana menanamkan nilai dan sikap mental.

4. Orang tua harus meluangkan waktu 8 jam sehari untuk homeschool seperti di sekolah.
Anggapan yang sangat keliru, pertama karena homeschooler dibiasakan untuk mandiri sehingga dominasi orangtua dan pengkebirian otoritas anak dalam pembelajaran sangat tidak diharapkan. Kedua, kalaupun pada saat tertentu atau pada tahapan usia tertentu keterlibatan orangtua sangat didiperlukan, waktunya tidak selama di sekolah. Kenapa? Kebanyakan sekolah tidak efisien, topic yang seharusnya bisa dikuasai dalam beberapa menit harus dipelajari selama berjam jam, bukan karena “in depth learning” tetapi karena terlalu banyak noise, misalnya guru marah, murid ribut, dan gangguan-gangguan lain. Project yang sangat berguna bagi murid kadang tidak bisa terlaksana karena sekolah terlalu birokratis dan kaku. It’s simply a waste of time.

5. Homeschooling tidak cukup belajar karena tidak meluangkan waktu sebanyak waktu belajar di sekolah.
Homeschooler bisa saja meluangkan cuma beberapa menit misalnya untuk mengerjakan beberapa lembar kerja matematika tetapi bisa terlibat asyik dalam penelitian spesies kupu-kupu selama berbulan bulan. Jumlah waktu tidak menjadi tolok ukur pembelajaran apalagi kalau jumlah waktu itu ditetapkan sebagai bentuk pemaksaan.

6. Homeschooler tidak disiplin dan seenaknya sendiri karena terbiasa bebas.
Semangat dari homeschooling adalah melibatkan anak dalam proses pembelajaran mereka dan menghormati talenta dan pilihan mereka dengan catatan, mereka tahu bahwa ada suatu tanggung jawab besar terhadap setiap keputusan mereka. Mereka juga diharapkan menyadari bahwa ada persyaratan tertentu yang harus mereka penuhi untuk mencapai suatu tujuan. Tentu saja homeschooler bebas untuk menentukan apa yang dia ingin pelajari, seberapa dalam dan kapan dan bagaimana dia ingin belajar tetapi bukan berarti homeschooler bebas dalam arti negatif dan destruktif.

7. Homeschooler tidak bisa mendapatkan ijasah
Di negara dengan populasi homeschooler terbesar, Amerika Serikat, mitos ini tentunya sangat mendekati kenyataan di era 70an. Sekarang ijasah bukan menjadi masalah lagi karena banyaknya inovasi di bidang pendidikan. Homeschooler yang tinggal di dalam hutan Kalimantan atau gurun Gobi sekalipun dapat memperoleh diploma berakreditas internasional. Di Indonesia, karena belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang keberadaan homeschooler, sebagai warga negara homeschooler berhak memperoleh ujian persamaan yang diadakan oleh depdiknas secara berkala.

8. Homeschooler tidak bisa masuk universitas ternama
Apakah seorang homeschooler bisa masuk sebuah universitas sangat tergantung pada kemampuan masing masing homeschooler serta kebutuhan mereka. (kenapa kebutuhan? Karena apabila homeschooler memutuskan bahwa dia ingin menjadi pemain sepak bola pro tentunya dia tidak perlu mencurahkan waktunya untuk memenuhi prasyarat penerimaan universitas) Secara teknis, tidak ada kendala bagi homeschooler untuk memasuki universitas. Belum ada data pasti di Indonesia mengenai jumlah homeschooler yang pernah atau sedang belajar di universitas-univesitas dalam negeri tetapi di Amerika Serikat, sebagai contoh, homeschooler bisa ditemui di setiap Ivy League Universities.

9. Homeschooler tidak mampu berkompetisi
Dalam homeschooling, kompetisi terberat yang dihadapi seseorang adalah kompetisi melawan diri sendiri. Kompetisi tidak dipandang sebagai usaha menjatuhkan siapa saja tetapi lebih kepada usaha melihat kekuatan dan kelemahan diri sendiri dan orang lain sehingga dengan bekal penerimaan ini anak sadar akan pentingnya sinergi dengan orang lain. Kompetisi bertaraf internasional sebagai ajang menilai kemampuan juga bebas diikuti oleh homeschooler, sebagai contoh kecil, National Geographic Bee, Spelling Bee beberapa tahun berturut turut dimenangkan oleh homeschooler. Iya, anak-anak yang tidak pernah “menginjakkan” kakinya di sekolah.

10. Tidak ada orang orang besar yang homeschooler, sekolah adalah satu satunya jalan
Pernah dengan nama nama: Albert Einstein, Alexander Graham Bell, Pearl Buck, Agatha Christie, Thomas Edison, C.S. Lewis, George Bernard Shaw, Woodrow Wilson, Andrew Wyeth, Galileo Galilei, Gen. George Patton,Abigail Adams,James Madison,Franklin Delano Roosevelt,Cyrus McCormick,Theodore Roosevelt,Hans Christian Andersen,Daniel Webster,Claude Monet,C.S. Lewis, John Stuart Mill, John Quincy Adams,Ben Franklin, Douglas MacArthur,James Monroe,Patrick Henry, Andrew Carnegie,Brett Harte,Wolfgang Mozart,Wilbur & Orville, Wright,Florence Nightingale,Stonewall Jackson,George Washington, Carver,Abraham Lincoln,Blaise Pascal,Mark Twain,Charlie Chaplin,Charles Dickens, Winston, Churchill,Leo Tolstoy,William Penn, George Rogers, Clark,Phyllis Wheatley,Pierre Curie,John, Wesley,Pierre DuPont,Albert Schweitzer. Dari Indonesia: K. H. Agus Salim. Persamaan dari mereka selain mereka orang orang besar yang membuat perubahan besar di dalam sejarah peradaban manusia? Mereka homeschooler.

11. Homeschooler tidak bisa menikmati inovasi dan kemajuan dunia pendidikan
Hampir tidak ada inovasi di dunia pendidikan yang tidak bisa dinikmati oleh homeschooler. Apabila di sebagian besar sekolah, sekolah sekolah elit sekalipun, setiap inovasi pendidikan harus melalui tahapan yang sangat panjang untuk bisa dinikmati siswa, misalnya pembentukan wacana dulu, rapat ini itu, planning, dan kadang tidak terlaksana karena terbentur berbagai masalah, homeschooler dapat melakukan langsung tanpa birokrasi yang berbelit belit. Ambil beberapa contoh, homeschooler bisa membantu para ilmuwan NASA untuk mempelajari batuan di mars atau berinteraksi langsung dengan para astronot bahkan terlibat dalam penamaan space station yang sekarang tengah dibangun. Homeschooler dapat menikmati digital library yang berisi beribu ribu literature dari karya aristoteles sampai mahabarata. Homeschooler yang tidak memiliki alat alat laboratorium di rumah bisa menggunakan virtual lab dengan alat dan berbagai macam bahan kimia. Homeschooler bisa menjelajah berbagai belahan dunia dari puncak tertinggi everest sampai palung terdalam mariana trench di lautan pasifik. Contoh di atas Cuma sebagian kecil saja dari kemungkinana yang tidak terbatas. Dan berapa harga yang harus dibayar untuk itu semua? Tidak lebih dari 10.000 rupiah.

12. Homeschooling mahal Standard mahal atau murah sangat relatif
Yang terpenting adalah apakah materi yang kita korbankan setara dengan kualitas yang kita dapatkan. Kalau biaya homeschool dibandingkan dengan SPP sekolah inpres, jelas homeschool akan dianggap sebagai alternatif pendidikan yang mahal. Tetapi misalnya dengan biaya 20% dari sekolah elite di Jakarta kita bisa mendapatkan kualitas pendidikan yang setara dengan sekolah sekolah terbaik di Jepang, Inggris, Amerika, Jerman, atau negara negara maju lainnya, apakah pengorbanan itu masih dianggap mahal? Pada prakteknya homeschool akan menjadi mahal kalau kita sebagai orangtua malas dan tidak kreatif

13. Homeschooling hanya bisa dilakukan oleh masyarakat dari kalangan tertentu saja
Berjuta juta keluarga yang melakukan homeschooling di seluruh dunia memiliki karakteristik demografi yang beragam. Ada yang tinggal di perkotaan, di dalam hutan atau di kutub sekalipun. Ada yang dari keluarga menengah ke atas atau dari keluarga yang secara financial masih prihatin. Ada keluarga homeschooling yang hanya memiliki satu anak, ada juga yang meng-homeschol 19 orang anak anak mereka sekaligus. Ada yang orangtuanya bekerja sebagai professional atau memiliki usaha sendiri. Ada yang ibunya tinggal di rumah atau memiliki karir. Ada yang orantuanya memiliki gelar Phd tetapi ada juga yang cuma lulusan SMA, dan lain lain. Keluarga keluarga yang melakukan homeschooling sangat beragam sehingga anggapan bahwa homeschooler adalah masyarakat elite baru sangat tidak benar.

14. Homeschooler tidak nasionalis
Homeschooling tidak menyebabkan seorang individu menjadi nasionalis atau tidak. Tumbuhnya nasionalisme sangat tergantung dari apa dan bagaimana rasa nasionalisme tersebut ditanamkan. Sudah menjadi kenyataan dan hendaknya tidak disangkal atau ditutup tutupi lagi bahwa sekolah sekolah kita (di Indonesia) sudah sejak lama gagal menumbuhkan rasa nasionalisme. Homeschooler memiliki kesempatan yang tidak terbatas untuk mempelajari berbagai aspek dari negeri tercinta ini tanpa harus berpikir “nanti kalau tidak hafal dapat nilai berapa ya?”. Homeschooler diajar untuk memengerti dan mencintai negeri ini bukan menghafal dan terus mengumpat. Dan homeschooler bisa lantang berbicara untuk menolak menghafal misalnya bahwa Tembagapura di Irianjaya adalah penghasil tembaga padahal kenyataannya berton-ton emas juga di tambang di sana.

Alasan Melakukan Homeschooling

Beberapa alasan yang sering melatarbelakangi sebuah keluarga melakukan homeschooling:
1. Tidak puas dengan sistem pendidikan di sekolah
2. Supaya anak punya lebih banyak waktu untuk bersosialisasi
3. Supaya anak bisa memperoleh materi akademis yang lebih baik
4. Untuk menjalankan nilai-nilai keagamaan tertentu
5. Anak anak highly gifted and talented
6. Anak anak yang membutuhkan perhatian khusus (penderita autisme, hiperaktifitas,dll)
7. Anak-anak yang memiliki karir (artis, atlit, dll)
8. Anak-anak yang menderita sakit parah
9. Kendala geografis
10. Fleksibilitas

Location....Location....Location


Berbicara mengenai lokasi, pertanyaan klasik yang orang sering lontarkan kepada saya selama lebih dari 5 tahun homeschooling adalah "Apakah perlu disediakan tempat/ruang khusus untuk kegiatan homeschooling?" Sempat bingung juga menjawab pertanyaan ini karena jawabannya antara iya dan tidak.

Perlunya tempat/ruang khusus untuk homeschooling sangat tergantung pada preferensi masing masing keluarga. Belajar dari satu statement 'learning anywhere', bukan tempat yang menjadi masalah atau kendala tetapi sensitifitas homeschooler untuk dapat memetik suatu pelajaran dimanapun dia berada. Homeschooler bisa saja membaca buku di taman, mengerjakan soal hitungan di lantai, menggambar di mobil, berdiskusi atau berdebat dengan keluarga sambil bersepeda, mengarang buku di bawah kolong tempat tidur, praktikum kimia di dapur, belajar di pasar, di sawah, di sungai, dimanapun termasuk di dunia maya. Di dunia maya homeschooler bisa berada di submersible dengan Robert Ballard penemu bangkai titanic, berinteraksi dengan astronot di space station, pergi ke louvre museum di perancis, berjalan jalan di dalam khufu pyramid of giza, mengunjungi suku suku terasing, etc you name it. Di virtual lab homeschooler bisa melakukan eksperimen pembuatan vaksin, melakukan pembedahan, bermain main dengan mikroskop elektron. Di dunia ini juga homeschooler bisa berinteraksi, berdiskusi bahkan bekerja sama dengan teman teman di canada, inggris, jepang, korea, alaska bahkan pedalaman hutan hujan tropis di afrika barat melalui web conference.

Homeschooler juga bisa berinteraksi dengan berbagai macam ahli dimanapun mereka berada. Jadi mengenai tempat, memakai apa yang sudah ada adalah keputusan bijaksana...lagipula, menjadi seorang homeschooler, anak-anak harus dibiasakan untuk menjadi a man of production not a man of over consumption. Meminjam istilah real estate mengenai pentingnya location..location..location..bagi homeschooler classroom is wherever learning happens. So location? It's so unlimited.

Sunday, August 06, 2006

Referensi Belajar tentang Indonesia

Untuk keluarga yang menggunakan kurikulum dari luar Indonesia, pelajaran mengenai Indonesia (civic, culture, heritage, dll) biasanya harus dirancang sendiri. Berikut adalah salah satu referensi yang bagus dan lengkap untuk memenuhi kebutuhan di atas.
Seri "Indonesian Heritage" yang terdiri dari 15 volume:
1. Wildlife
2. Plants
3. Seas
4. Volcanoes
5. Ancient History
6. Early Modern History
7. Modern History
8. Economy
9. Human Environment
10. Religions and Rituals
11. Languages and Literatures
12. Performing Arts
13. Jewellery and Textiles
14. Architecture
15. Art

Walaupun bahasannya setingkat perguruan tinggi tetapi mudah dicerna untuk anak-anak usia sekolah dasar, terutama karena tampilannya yang sangat menarik. Bisa dipilah-pilah menjadi ribuan lesson plan.

Keluarga adalah Aset Bangsa


Keluarga adalah Aset Bangsa
Setiap keluarga adalah penting
Setiap keluarga memiliki potensi baik
Setiap keluarga memiliki peran membentuk kualitas bangsa
Setiap keluarga adalah berharga

Jangan pernah lagi berkata "kita cuma keluarga kecil yang tidak berdaya" karena ibarat mahakarya gambar digital yang tersusun daripixel-pixel kecil, kita adalah pixel-pixel penting penyusun bangsa.

Resep Homeschooling

1. Waktu anak-anak frustasi dengan hitungan matematika yang membingungkan dan tidak mau menyentuh bukunya lagi, ambillah bahan-bahan terbaik yang tersedia dan masakkan mereka makanan kesukaannya.

2. Waktu mereka gagal mengerjakan project mereka, berilah banyak senyuman termanis dan aduk dengan kata-kata `masih ada esokdan esok dan esok'.

3. Waktu mereka melupakan kewajibannya, tambahkan jadwal jalan-jalan sore bersama mereka dan jangan lupa gandeng tangannya erat-erat.

4. Waktu mereka membuat kesalahan, beri berkilo-kilo maaf segar dan setelah itu lupakan.

5. Waktu mereka serius menentukan topik belajar pilihannya, biarkan saja, jangan diganti dengan bahan-bahan pilihan kita.

6. Waktu mereka masih saja tidak bisa membaca/menulis denganbenar, godok lagi lebih lama dengan api kesabaran maksimum.

7. Waktu mereka menolak apapun yang berhubungan dengan akademis, tambahkan porsi besar bermain bersama mereka.

8. Waktu mereka berseberangan dengan pendirian kita, tiriskan diri kita sampai amarah benar-benar terbuang kemudian taburi dengan toleransi sesuai kebutuhan.

9. Waktu mereka hanyalah anak biasa bukan seorang jenius, pasang timer masak dengan bunyi terkencang pas di telinga kita supaya kita ingat bahwa apapun mereka, mereka adalah mahluk berharga.

10. Waktu mereka mengacak-acak seisi rumah dan mengaku sedang membuat penemuan baru, jangan pelit pujian tetapi SURUH MEREKAMEMBERESKAN SENDIRI.

Catatan: Paling sulit mencintai seseorang di saat mereka tidak pantas mendapatkannya, tetapi di saat itulah cinta paling sangat dibutuhkan. Selamat mencoba di dapur homeschool masing-masing.

Bilingual/Multilangual Homeschooling

Haruskah? Mampukah?

Semakin banyak orang menganggap bahwa penguasaan bahasa asing terutama bahasa Inggris sangat penting. Alasannya biasanya seputar persaingan di dunia kerja walaupun ada juga yang motivasinya cuma supaya terlihat `keren'. Pihak yang mengkhawatirkan penggunaan bahasa asing ini juga tidak sedikit. Mereka terutama mencemaskanakan kelestarian Bahasa Indonesia dan budaya yang menyertainya.

Keluarga yang homeschooling dengan menggunakan kurikulum dari luarIndonesia dapat dipastikan menggunakan bahasa inggris/bahasa lainselain Bahasa Indonesia.
Kalau materi yang digunakan berbahasa inggris misalnya, otomatis homeschooler harus berbahasa inggris. Bagaimana kalau seandainya homeschooling dilakukan dengan kurikulum dalam negeri? Haruskah (berbahasa asing)? Kemampuan berbahasa asing, terutama bahasa inggris seharusnya tidak hanya dilihat sebagai sarana untuk mendapat poin plus di dunia kerja atau untuk terlihat gaya. Ada dua hal penting kenapa penguasaan bahasa inggris ini perlu. Pertama,banyak sekali sumber ilmu dan informasi yang tersedia dalam bahasa inggris tetapi tidak tersedia terjemahannya dalam Bahasa Indonesia.Dalam hal ini kita harus mengakui dan tidak perlu merasa rendah diri dengan Bahasa Indonesia atau malah menjadi defensif menolak/membenci bahasa inggris/asing lainnya. Tidakkah lebih baik apabila kita kuasai bahasanya kita pelajari ilmu dan hal baiknya dan kita hibahkan ilmu dan hal baik tersebut ke dalam negeri. Kedua, bagaimana kita bisa berdiri sama tinggi duduk sama rendah,mengemukakan pendapat dan ide dan menunjukkan siapa diri kita kepada dunia Internasional kalau kita tidak mengerti bahasanya. Tentu saja mereka tidak akan repot-repot mau mempelajari Bahasa Indonesia kalau tidak berkepentingan. Jadi, haruskan homeschooling secara bilingual/multilangual? Pilihannya kembali kepada masing-masing keluarga.

Mampukah? Manusia sejak lahir memiliki kemampuan luar biasa dalam menyerap bahasa. Sebenarnya kita di Indonesia sudah sangat terbiasa dengan bilingualisme/multilingualisme. Orang sunda bisa berbahasa Sunda dan Indonesia. Orang Bali bisa berbahasa Bali dan Indonesia. Mereka yang lahir dan besar di pantai utara Jawa Timur bisa dipastikan fasih berbahasa Indonesia, Jawa dan Madura. Saya sendiri berbahasa Jawa, Banyuwangi dan Indonesia secara natural padahal ketiga bahasa tersebut memiliki kosa kata, dialek bahkan struktur yang berbeda.

Banyak jurnal ilmiah dan buku yang mengulas tentang kemampuan manusia dalam menyerap berbagai bahasa. Ada alasan ilmiah kenapa bilingualisme/multilingualisme sejak usia dini mungkin dilakukan.Kalau kita mengerti pentingnya penguasaan bahasa asing ini, sekarang giliran kita berbagi ide dan pengalaman homeschooling untuk mewujudkannya.

FAQ: Homeschool Portfolio

1. Apakah homeschooler memiliki rapor?
Sebagian besar tidak tetapi mereka memiliki portfolio. Maka dari itu kurang tepat apabila dikatakan orangtua akan sangat subjektif dalam menilai anak sehingga anak yang tidak mampu di beri nilai baik oleh orangtuanya sendiri/ orangtua bertindak curang dalam penilaian. Pada saat usia tertentu (kelas 7 ke atas – setara dengan SMP ke atas), sesuai dengan kemampuan dan kesiapan masing-masing anak, mereka mulai bisa mengambil ujian yang diselenggarakan oleh lembaga penguji independen yang berkualifikasi. Biasanya hasil ujian ini yang dipakai sebagai salah satu syarat masuk universitas (selain syarat khusus lain dari universitas misalnya `placement test' universitas itu sendiri).

2. Apa itu portfolio?
Porfolio bisa diibaratkan seperti `learning journey scrapbook' darihomeschooler. Perjalanan belajar dari homeschooler terekam di sana, kelebihan dan kekurangan homeschooler, kehebatan dan kesalahannya, kemajuan dan kemundurannya.

3. Apa guna portfolio?
Pada jenjang pendidikan dasar, portfolio selain berfungsi sebagai buku kenangan, juga berfungsi untuk menginventarisasi proses belajar homeschooler untuk kepentingan internal orangtua atau untuk kepentingan eksternal, misalnya pindah ke sekolah biasa, atau barangkali untuk kebutuhan pelaporan pada instansi tertentu (diI ndonesia belum ada aturan khusus). Pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, portfolio ini akan lebih berbentuk seperti Curriculum Vitae (CV) dari homeschooler. Biasanya beberapa universitas ada yang mensyaratkan adanya portfolio ini selain hasil ujian berstandar dari lembaga independen dan `placement test'.

4. Apa saja yang perlu dicantumkan dalam portfolio?
Karena setiap homeschooler memiliki karakteristik berbeda, isi portfolio juga sangat bervariasi. Beberapa poin yang biasanya adadalam portfolio:
a. Lembar kerja homeschool (beberapa sample atau keseluruhan)
b. Daftar buku yang telah dibaca
c. Daftar majalah/koran yang dibaca secara regular.
d. Daftar software/CD/DVD/Video yg pernah dipakai sbg media belajar
e. Kegiatan "hands on" yang pernah dilakukan (dokumentasi dan report)
f. Project yang pernah di buat (dokumentasi dan report)
g. Field trip yang pernah dilakukan (dokumentasi dan report)
h. Buku/karangan/essay/puisi yang pernah ditulisi. Hasil karya seni/keterampilan
j. Rekaman audio/video: kemampuan vocal, musik yang pernahdimainkan, lagu yg pernah dikarang, kemampuan membaca berita,membaca puisi, mengisi suara, menjadi penyiar/reporter, bercerita,bermain drama, olah gerak, dll
k. Klub yang diikuti: misal sepakbola, menari, musik, drama,bahasa, dsb
l. Course yg pernah diikuti: misal memasak, menjahit, distance learning chemistry course, rainforest course, menyelam, dll
m. Penghargaan yang pernah diperoleh
n. Organisasi dimana homeschooler terlibat
o. Kerja praktek: nama perusahaan/badan, lama kerja, deskripsi pekerjaan
p. Kewirausahaan: misalnya berjualan/berdagang, babysitting, penitipan binatang peliharaan, mencuci mobil, beternak ikan hias, dll
q. Kerja sosial (community service): misalnya pernah membantu di penjara, panti asuhan, ikut kegiatan kebersihan lingkungan, menggalang dana, dsb

5. Untuk periode berapa lama portfolio di buat?
Setiap keluarga memiliki preferensi yang berbeda, tetapi biasanyaportfolio ini di buat setiap tahun secara terpisah. Dari masa satutahun tersebut, ada yang memilah portfolionya berdasarkan satuanwaktu yg lebih kecil, misal minggu/bulan ada yang lebih sukamemilahnya berdasarkan subyek pelajaran atau bahkan tema pelajaran.

6. Seperti apa bentuk fisik portfolio?
Bentuk yang paling umum adalah `file binder' biasa atau lembaran-lembaran yang dijilid seperti buku. Seiring dengan perkembanganteknologi, banyak juga keluarga yang membuat portfolio ini dalambentuk CD/DVD/Flashdisk juga webpage.

7. Apa keuntungan penggunaan teknologi dalam pembuatan portfolio?
Tampilan bisa dirubah-rubah sesuai kebutuhan.
Bisa digandakan dengan biaya sangat murah untuk berbagai kepentingan.
Sangat mengakomodasi bagian dari portfolio yg berbentuk gambar bergerak, suara, digital art, animasi.
Transfer/pengiriman ke institusi terkait atau bahkan untuk sekedar dibagi kepada kakek dan nenek mudah dilakukan, cepat dan murah.
Secara keseluruhan portfolio bisa disajikan dengan lebih menarik dandengan sistem `back up' yang baik portfolio bisa sesering mungkin dibuka tanpa takut robek, basah, lecek atau hilang.

Kurikulum Siap Pakai ("Ready Made")

Kebanyakan calon keluarga homeschooling yang sudah yakin untuk mengadopsi suatu standar pendidikan tertentu (Indonesia,Internasional atau negara lain) biasanya masih harus dihadapkan pada dilemma yaitu apakah lebih baik membeli kurikulum yang siap pakai atau merancang dan menyiapkan kurikulum sendiri.

Di Indonesia, penyedia kurikulum siap pakai khusus untuk homeschooler memang belum ada. Di luar Indonesia penyedia kurikulum untuk homeschool ada berpuluh-puluh dan apa yang ditawarkan sangat beragam baik dari segi isi maupun harga.

Walaupun penyedia kurikulum luar negeri ini berbeda satu sama lain,secara garis besar apa yang diberikan dalam satu paket kurikulum kurang lebihnya adalah sebagai berikut:
- manual mengajar bagi orangtua
- lesson plan satu tahun untuk semua pelajaran
- buku buku bacaan
- buku kerja (work book)
- kaset/CD/DVD/Video
- perlengkapan seni dan keterampilan
- portfolio binder

Karena perbedaan antara satu penyedia kurikulum dengan yang lain sering kali sangat signifikan, ada baiknya kalau keluarga mempertimbangkan setiap pilihan yang ada dengan baik. Yang terpenting, apapun yang menjadi pilihan, tidak membeli kurikulum siap pakai sekalipun, harus dapat mengakomodasi kepentingan anak-anak dan keluarga sehingga belajar tidak lagi menjadi belenggu.

Homeschooling with Great Books

Sebagian keluarga memilih homeschooling dengan menggunakan "GreatBooks". Great Books adalah sejumlah buku yang ditulis dalam 3milenia terakhir yg dianggap paling berpengaruh dalam pembentukan peradaban barat. Sekolah seperti Eton di Inggris yg terkenal sebagai sekolah para bangsawan dan orang-orang berpengaruh di Inggris danEropa juga menggunakan "Great Books".

Great Books dengan harga ribuan dollar bisa dibeli di beberapa curriculum provider, tampilannya sangat bagus. Tetapi apabila para homeschooler mau sedikit repot untuk men-download, semuanya bisa didapat GRATIS di www.gutenberg.org . Beberapa penulis yg termasuk dalam daftar great books adalah: Homer, Aeschylus, Sophocles,Euriphides, Aristophanes, Herodotus, Thucydides, Plato, Aristotle,Hippocrates, Archimedes, sampai Ptolemy, Keppler, Copernicus,Machiavelli, Hobbes, Shakespeare, Hemmingway, Galileo Galilei,Descartes, Pascal, Newton, Karl max, Adam Smith, Einstein, Goethe,Darwin, Freud, dll ( yang tertarik dgn daftar lengkapnya, bisa email saya)

Kelebihan dari penggunaan 'Great Books', homeschooler bisa belajar disiplin ilmu/ide besar langsung dari penulisnya bukan bahasan orangl ain dan dari situ bisa mengembangkan pemikiran atau pendapat mereka sendiri tentang pemikiran-pemikiran besar. (Tulisan dalam bahasa asli maupun terjemahan dalam bahasa inggrisnya juga tersedia)

Tentu saja setiap anak berbeda dan orientasi setiap keluarga juga berbeda. Kalaupun "Great Books" ini tidak menjadi pilihan, paling tidak kita sebagai keluarga homeschooling punya masukan baru untuk studi perbandingan.

Tanya Kenapa?


Kenapa begitu banyak kelaparan di tanah yang serba berkelimpahan?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.
Kenapa perbedaan selalu berujung pada pertikaian, perpecahan dan pertumpahan darah?Mungkin kita tidak dididik dengan benar.
Kenapa korupsi begitu mendarah daging dan kita tidak berani berubah?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.
Kenapa jurang antara kaya dan miskin begitu dalam?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.
Kenapa ideology bangsa yang indah hanya ada dihafalan tidak dalam kehidupan sehari-hari?Mungkin kita tidak dididik dengan benar.

Kenapa mereka yang lulus perguruan tinggi keluar tanpa ilmu, tanpa daya?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.
Kenapa mereka yang bahkan bergelar S1, S2 bahkan S3 bermuka sayu bingung mencari lapangan pekerjaan yang sulit dicari?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.
Kenapa dengan spesifikasi yang sama kita selalu diberi hak lebih rendah dari rekan dari negara lain?
Mungkin kita tidak didik dengan benar.
Kenapa kadang kita bekerja kurang giat, kurang gigih dan bahkan bermalas-malasan tapi tidak mau mengakuinya?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.

Kenapa hampir dalam semua aspek kehidupan kita tertinggal?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.
Kenapa sampah berserakan dimana-mana?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.
Kenapa hutan menjadi gundul dan banjir melanda?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.
Kenapa dengan laut begitu luas hanya segelintir saja dari kita yang tahu apa yang ada di dalamnya?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.
Kenapa minyak ditambang tetapi lumpur panas meluap?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.
Kenapa kita hanya puas melihat piala dan medali padahal kedelai kitakecil dan kering, listrik kita kekurangan, dll?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.
Kenapa nyawa manusia begitu murah harganya?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.

Kenapa sesama saudara sebangsa kita saling bersaing dan membenci bukan saling membantu dan mencintai?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.
Kenapa bahkan anak-anak yang terlahir dengan kekhususan dicap cacatdan disingkirkan?Mungkin kita tidak dididik dengan benar.
Kenapa belajarpun dianggap sebagai kewajiban, bukan hak?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.
Kenapa lebih banyak suara-suara pelemah semangat daripada pembangkit semangat?
Mungkin kita tidak dididik dengan benar.

Kenapa? Kenapa? Kenapa?Mungkin lebih baik berhenti bertanya dan mulai melakukan sesuatu.

Kurikulum FAQ

1. Apakah kurikulum perlu?
Seperti nilai dan ijasah yang merupakan alat, bukan tujuan homeschooling (HS), kurikulum juga diperlukan sebagai alat untuk membantu proses HS. Peran utamanya adalah memberikan kerangka acuan bagi orangtua/homeschooler.

2. Apakah bisa HS tanpa kurikulum?
Orangtua dengan kepercayaan diri tinggi atau mereka yang telah berpengalaman menjalankan HS banyak yang tidak terpaku pada kurikulum tertentu. Mereka hidup dan belajar dan tidak sedikit dari mereka yang juga bisa melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi atau akhirnya hidup mandiri. Jadi HS tanpa kurikulum mungkin saja dilakukan. Meskipun demikian kurikulum akan sangat membantu para orangtua yang baru menjalankan HS, yang sibuk, yang tidak memiliki banyak waktu atau resource.

3. Yang perlu diperhatikan sebelum memilih kurikulum?

Orientasi akademis: dalam negeri, luar negeri atau internasional.

Nilai Keluarga: Ada beberapa keluarga yang melakukan HS karena alasan nilai-nilai agama tertentu atau nilai-nilai lain. Ada berbagai macam kurikulum yang di desain untuk memenuhi kebutuhan ini. Kurikulum yang berbasis agama yg ada di luar Indonesia misalnya(yang sampai saat ini ada) kurikulum berdasarkan ajaran agama Kristen, Islam, Yahudi dan Katholik. Ada juga kurikulum yang memuat nilai-nilai kebikan universal dan menyerahkan pendidikan spiritual sepenuhnya kepada orangtua, dll.

Learning Style keluarga/Homeschooler: Belajar seperti apakah yang paling sesuai dengan homeschooler/keluarga? Ada HSer yang antusias belajar secara tematik (unit study) yang mata pelajaran tidak dipisah-pisahkan tetapi diintegrasi. Ada yang lebih menyukai belajar dengan penekanan kuat di literature. Ada yang cocok belajar dengan dasar alam. Ada yg merasa pentingnya mempelajari `Great Books' sebagai fondasi pemikiran. Ada yang mengutamakan kebebasan HSer untuk bisa mempelajari apapun yang mereka sukai, ada pula yang menggabung kesemuanya. Tersedia banyak sekali kurikulum yang bisa mengakomodasi kebutuhan setiap HSer yang berbeda-beda.

Kemampuan Finansial: Kalau orangtua memutuskan untuk membeli kurikulum jadi (ready made curriculum), perlu dipertimbangkan juga masalah kemampuan financial karena kurikulum jadi ini harganya bervariasi. Kurikulum gratis tidak kalah kualitasnya dengan yang tidak gratis. Banyak lembaga di luar Indonesia yang didanai jutaan dollar untuk menyediakan kurikulum sehingga bisa dimanfaatkan untuk siapa saja tetapi tentu saja orangtua perlu mendedikasikan waktu lebih banyak untuk melaksanakan kurikulum gratis ini.

4. Apakah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dari diknasbaik/buruk?
Sebenarnya berbeda dari sebagian besar anggapan masyarakat bahwa kurikulum dari diknas sangat jelek dan tidak bermutu, KBK tidaklah demikian. KBK tidak dilaksanakan dengan baik di hampir semua sekolah akibatnya KBK dianggap rendah, tertinggal, cuma mencetak generasi kejar nilai, dan atribut negative lainnya. Dari segi isi dancakupan, KBK cukup kompetitif (walaupun tidak bisa dikatakan terbaik/termaju di dunia). Apabila KBK ini dieksekusi dengan baik oleh orangtua HS, sesuai dengan visi diknas, tentu hasilnya akan baik pula.

5. Bagaimana menjalankan KBK dari diknas?
Media apa saja yangdiperlukan?KBK memberikan keleluasaan dalam eksekusinya. Kreatifitas sangat memegang peran penting disini. KBK tidak berjalan dengan baik disekolah-sekolah karena sebagain besar sekolah hanya mengandalkan satu buku saja untuk pelajaran selama satu tahun. Satu topic dibahas dalam satu bab, satu bacaan, murid disuruh menghafal, ujian diberikan dan nilai keluar. Padahal pelaksanaan KBK seharusnya tidakbegitu. Banyak media yang bisa dipakai untuk mempelajari satu topic:berbagai buku bacaan/referensi, media cetak, multimedia, internet,diskusi, presentasi, keterlibatan/pengalaman langsung, kerja nyata,dll.

6. Apakah ada KBK jadi yang bisa dibeli?
Sejauh ini tidak ada. KBK bisa diperoleh gratis di http://www.puskur.or.id Tentu saja orangtua harus menyiapkan, memilih dan membeli sendiri apapun media yang nantinya dipakai untuk menunjang KBK.

7. Apakah kurikulum `impor' lebih baik dari KBK?
Lebih baik atau tidak sangat relatif bagi setiap keluarga/HSer. Yang terpenting di sini apapun kurikulum yang dipilih bisa sesuai dan dapat mengakomodasi kebutuhan masing-masing keluarga/HSer yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Einstein dan Homeschooling

Sepanjang kita hidup entah berapa kali kita mendengar nama Einstein disebut-sebut. Produk susu, makanan otak, sekolah dan lembaga pendidikan lain sering menggunakan nama Einstain sebagai janji keberhasilan. Lalu apa kaitan Einstein dengan homeschooling? Ada dua hal menarik, orang yang pernah dengan seksama mendalami Einstein baik lewat buku-bukunya, pernyataan atau kisah hidupnya, mereka tahu bahwa Einstein partially homeschooled dan tidak pernah merendahkan homeschooler. Mereka yang cuma mengagungi Einstein karena pernah dengar bahwa Einstein itu jenius biasanya melihat homeschooling dengan sebelah mata, bahwa homeschooling hanya akan mampu menghasilkan manusia standar atau dibawah standar.

Para orangtua yang telah melakukan homeschool pasti akrab dengan perlakuan merendahkan, meragukan dan mematahkan semangat yang diberikan baik oleh keluarga besar, tetangga, kenalan, pihak akademisi dan masyarakat pada umumnya.Pertanyaan atau pernyataan seperti berikut akan sangat akrab dilontarkan kepada orangtua yg melakukan homeschooling: ‘Memangnya anda guru?’ ‘Ibu rumah tangga mana mungkin bisa ngajar kimia waktu SMU’ ‘Anda lulusan apa? Apa tidak takut kalau anak anda kalah bersaing. Sekolah sekarang banyak yang mempekerjakan Phd lho.’, dll. Para orangtua yang baru tertarik dengan homeschooling biasanya langsung ambruk mentalnya dan serta merta mempercayai bahwa mereka tidak mampu.Mereka yang telah melalui semua itu dan terus menjalankannya mungkin akan tersenyum dan merasa geli. Lalu apa hubungannya dengan Einstein?

Begitu banyak orang memuja-muja Einstein (walaupun memang Einstein dan begitu banyak orang lain pantas diberikan acungan jempol). Produk susu, makanan otak,olimpiade ilmu pengatuhuan bahkan sekolahan sering memberikan janji untuk membentuk generasi Einstein tetapi jarang ada yang tahu mengenai pemikiran Einstein sendiri mengenai hidup dan pembelajaran. Berikut adalah beberapa quoteEinstein mengenai hidup dan pembelajaran:

The only thing that interferes with my learning is my education in school

Education is what remains after one has forgotten everything he learned in school

Teaching should be such that what is offered is perceived as a valuable giftand not as a hard duty

I never teach my pupils; I only attempt to provide the conditions in whichthey can learn

Never regard study as a duty, but as the enviable opportunity to learn toknow the liberating influence of beauty in the realm of the spirit for your ownpersonal joy and to the profit of the community to which your later work belongs

One should guard against preaching to young people success in the customary form as the main aim in life. The most important motive for work in school andin life is pleasure in work, pleasure in its result, and the knowledge of thevalue of the result to the community

Imagination is more important than knowledge

The only source of knowledge is experience

The whole of science is nothing more than a refinement of everyday thinking

Try not to become a man of success but rather to become a man of value

Weakness of attitude becomes weakness of character

A hundred times every day I remind myself that my inner and outer life arebased on the labors of others

Great spirits have always found violent opposition from mediocre minds

Anyone who has never made a mistake has never tried anything new

Peace cannot be achieved through violence, it can only be attained throughunderstanding(Catatan: Buku-buku Einstein bisa didownload gratis di www.gutenberg.org)

Semoga apa yang pernah dikatakan Einstein bisa menguatkan para orangtua homeschooling yang mungkin merasa tidak cukup baik, tidak mampu dan merasa rendah. Jadi jangan pernah malu berdiri bahwa anda sebagai orangtua homeschooling mungkin hanya bisa satu keahlian yaitu membuat kue apem dan tidak akan mungkin mengajar teori rekayasa genetika tetapi kita harus yakin bahwa kita mampu mendidik anak-anak kita untuk mampu belajar sendiri dari apapun dan siapapun juga. We don’t teach algebra, we teach them how to teach themselves whenever they need it.

PERUSAHAAN ITU BERNAMA SEKOLAHAN Inc.

Dikala masyarakat masih menganggap institusi sekolah sebagai institusi sakral dan merasa tabu untuk mengritik atau sekedar menyampaikan uneg uneg, banyak sekolah sekolah yang telah bergeser sebagai "money making machine". Sebagian masyarakat resah tetapi masih merasa takut untuk angkat bicara karena sekolah masih tetap menjadi tumpuan.

Sekolahan Inc. bermunculan tidak terbendung. Mereka dibangun untuk menjawab permintaan pasar. Slogan-slogan seperti `mencerdaskan bangsa', `mempersiapkan pemimpin masa depan', `menjadikan manusia yang siap bekompetisi secara global' mulai dikumandangkan untuk menggugah para calon konsumen (orangtua). Tentu saja dari kaca mata bisnis saja gebrakan ini tidak bisa disalahkan. Tidak peduli betapapun buruknya produk tetapi karena bungkusnya bagus dan mereknya terkenal ditambah dengan strategi pemasaran yang dasyat dan sering kali over positioning konsumen berbondong-bondong membeli jualan `Sekolahan Inc.' ini.

Sekolahan Inc. ini memang hebat, karena walaupun secara rea lperformance, moral dan etika perusahaan ini tidak bisa dikatakan sebagai good corporation tetapi secara financial mereka berhasil mencapai target profit yang substansial. Kalau tidak tentu mereka tidak akan repot repot buka cabang dimana mana bahkan ada yang menggunakan sistem waralaba. Suatu kombinasi sempurna untuk bisa mendapatkan keuntungan yang sebesar besarnya: orangtua yang insecure sebagai target pasar, produk yang alakadarnya tetapi dikemas dengan baik dan strategi pemasaran yang heboh untuk menjamin terjualnya produk dengan harga premium, karyawan (guru) yang sering dicomo tsembarangan atau yang tidak semabranganpun digaji minim untuk menekan biaya (akibatnya sebagian besar guru malas atau bahkan tidakterpikir untuk meningkatkan kualitas diri), dengan bendera yayasanSekolah Inc. bisa menghindari pajak atas profit, konsumen tidak berhak mengajukan keluhan atau tuntutan atas kekecewaan terhadap produk apalagi malpraktek. Terlebih lagi, sewaktu kita membeli barang elektronik dibawah 1 juta rupiah saja kita mendapatkan garansi, diSekolah Inc. yang harganya puluhan bahkan ratusan juta, garansi ataujaminan tidak pernah diberikan.

Jaminan apa saja yang tidak diberikan walaupun konsumen sudah membayar dengan harga mahal?
1. Akademi
Murid bisa atau tidak bukan menjadi urusan sekolahan, yang pentingpelajaran sudah diberikan. Akibatnya murid masih harus mengikuti lesatau pelajaran tambahan yang tentu saja tidak gratis. Dari segisubstansi, program akademis `bertaraf internasional' yang dijualmelalui iklan-iklannya yang sering membuat para orangtua minder danketakutan SANGAT JAUH tertinggal dibandingkan sekolah sekolahunggulan di negara-negara maju. Contoh: di sini, murid-murid SMUmelakukan praktikum kimia asam basa sedangkan di negara-negara majumurid-murid SMU sudah tahu bagaimana mengekstraksi DNA.Kesimpulan: Sekolah Inc. tidak menjamin penguasaan akademikonsumennya dan tidak memberikan substansi akademi dengankualitas/standar tertinggi.
2. Psikologi
Walaupun banyak penelitian telah membuktikan bahwa bukan IQ sajayang penting tetapi EQ (Emotional Quotient) jugamenentukan `keberhasilan' manusia, Sekolahan Inc. hampir tidakpernah menaruh minat pada hal ini. Emotional Intelligence muridseperti etos kerja, kepercayaan diri, ketekunan, keberanian,determinasi, tanggung jawab, kemampuan menyelesaikan konflik,beradaptasi, bangkit dari depresi, berempati, dsb jarang sekalidiperolah murid di Sekolahan Inc. Murid-murid jarang sekali diberimotivasi, keteguhan, atau inspirasi yang membuka mata dan hati .Kesimpulan: Perkembangan psikologi/emosi anak adalah sepenuhnyatanggung jawab orangtua. Layanan tersebut tidak termasuk dalam hargayang dibayar.
3. Ekonomi
Harga mahal yang telah dibayar untuk membeli kursi di Sekolahan Inc.tidak bisa dikatakan sebagai investasi di masa depan. Kenapa? KarenaSekolahan Inc tidak menjamin bahwa suatu hari nanti lulusannya pasti akan menjadi professional yang memiliki penghasilan baik atau pengusaha yang berhasil, apalagi bisa mengungguli rekan rekannya didunia internasional.Kesimpulan: Keberhasilan financial ditentukan kualitas pribadimasing-masing murid dan tentu saja keluarganya.
4. Kultur/Nasional
Sekolahan Inc. sering sekali mengadakan perayaan yang bersifatnasional/ `budaya sendiri' tetapi tutup mata bahwa hampir semualulusannya tidak memiliki rasa nasionalisme dan tidak cinta akanwarisan budayanya. Dengan alasan perkembangan jaman dan lainsebagainya biasanya Sekolahan Inc. balik menyalahkan orang tua dalamkasus ini.Kesimpulan: Menimbulkan rasa nasionalisme dan cinta budaya sendiriadalah tugas orangtua. Tugas Sekolahan Inc. adalah memberi kondepada murid-murid perempuannya pada Hari Kartini.
5. Spiritual
Sekolah Inc. bahkan yang menggunakan nama yang berbau religius(apapun agamanya) sekalipun tidak memberikan jaminan bahwa anak-anakyang dididik disana akan memiliki akhlak yang baik sesuai denganajaran agama yang diterapkan.Kesimpulan: akhlak, moral dan kualitas spiritual anak adalahpekerjaan orangtua. Sekolahan Inc. tidak boleh disalahkan samasekali.

Sekolahan Inc. memang hebat. Tatkala berbagai industri mengalamikelesuan luar biasa dan perusahaan-perusahaan lain banyak yang sulitbertahan hidup dan bahkan gulung tikar, Sekolahan Inc. tetapberjaya. Tidak mengherankan konglomerasi di republic ini padaberlomba membuat sekolahan unggulan karena sector pendidikandianggap menguntungkan. Entah sampai kapan trend ini mencapaitahap "maturity" , tetapi sepertinya tidak dalam waktu dekat.

Homeschool di Tahun Pertama

Tahun pertama selalu saja menjadi tahun tersulit bagi keluarga yang baru memulai homeschooling. Apa yang terjadi di tahun pertama inibiasanya akan sangat menentukan apakah sebuah keluarga akan terusmelakukan homeschooling atau menyerah di tengah jalan. Ada beberapahal yang sering kali dibuat orangtua (ehm..iya orang tua bukan anak-anak) yang menyebabkan homeschooling hancur lebur di tahun pertamadan menjadi mimpi buruk dalam keluarga seumur hidup.

1. Homeschooling dianggap sebagai "memindahkan sekolah ke rumah"
Homeschooling dibuat sebagai replika sekolah dan kadang tanpa sadarkarena merasa kewalahan, orangtua mulai memperlakukan anak sepertisebagian besar guru memperlakukan murid murid di sekolah. Orangtuacuma memberikan tugas bertumpuk tumpuk dan berharap anak bisa dengansegera menguasainya. Orangtua tidak pernah lagimemotivasi ,mengapresiasi, menggugah hati, menginspirasi, menjaditeman diskusi atau bahkan sekedar teman curahan hati.

2. Anak hanya dinilai dari kemampuannya menghafal dan mengerjakan matematika
Walaupun dalam homeschooling anak lebih memiliki kebebasan untuk merasakan menjadi manusia yang utuh dengan segala kelebihan dankekurangannya, bukan "half human" karena ketidakmampuannya, orangtua cenderung cuma menghargai anak kalau mereka cepat menghafal,pandai mengerjakan matematika dan kalau mereka bisa mengerjakan soal-soal dengan baik. Natural interest anak-anak misalnya pada binatang,sepak bola, bersepeda, atau bahkan memasak tidak dipupuk malahdiremehkan.

3. Ijasah menjadi satu satunya tujuan
Orangtua yang telah melakukan homeschoolingpun banyak yang tidak percaya bahwa apabila kita sebagai orang tua menciptakan lingkungan di mana anak bisa tumbuh menjadi "independent learner" maka ujian macam apapun juga dari dalam atau luar negeri tidak akan menjadi kendala. Orangtua yang hanya menganggap ujian dan ijasah sebagai hal terpenting melupakan banyak hal yang seharusnya lebih penting ditanamkan misalnya, tanggung jawab, determinasi, persistensi dalam berkarya, sikap tidak menyerah, percaya diri, mampu menerima kegagalan, bangkit dari depresi, dll. Orangtua yang hanya menanamkan bahwa ijasah adalah satu satunya tujuan pembelajaran akan memangkas segala potensi yang dimiliki anak dan menghapus cakrawala berpikir mereka.

4. Melakukan homeschooling hanya karena sekolah mahal
Walaupun memang dengan homeschooling banyak sekali biaya yang bisa dihemat tanpa mengurangi kualitas belajar anak, orangtua yang melakukan homeschooling dengan "mentality" bahwa "seandainya saya punya uang saya tidak akan homeschooling" tanpa sadar menanamkan rasa rendah diri kepada anak-anak. Anak-anak akan melihat homeschooling sebagai tanda ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan dan selama meraka masih di-homeschool selama itu pula mereka tahu mereka adalah masyarakat KELAS DUA. Ini sangat TIDAK BENAR. Jangan tanamkan "Kita homeschooling karena kita tidak punya uang"tetapi "Kita homeschooling karena kita sadar bahwa pendidikan yang berkualitas tidak ada hubungannya dengan seberapa banyak kita menghambur hamburkan uang"

5. Melakukan homeschooling dengan obsesi menjadikan anak `SUPERKID'
Setiap anak lahir baik dan memiliki talenta yang berbeda beda.Orangtua yang terobsesi menjadikan anaknya yang "TER-" dengan homeschooling biasanya tidak akan bertahan di tahun pertama dan homeschooling akan menjadi sejarah. Karena bukannya `celebrating my child as a unique human being with his own strengths and weaknesses' orangtua akan menghabiskan hari demi hari marah, tidak puas dan frustasi.

6. Mengaitkan homeschooling dengan cinta dan perhatian
Cinta dan perhatian adalah hak anak betapapun buruknya kinerja mereka di mata orangtua. Orangtua yang tidak menyadari ini dan malah mengancam / mengucilkan / merendahkan anak apabila tidak bisa mengerjakan soal tertentu misalnya, akan mempercepat bubarnya homeschooling. Sebaliknya orang tua yang tetap menunjukkan cinta,penerimaan dan perhatiannya kepada anak meskipun mereka gagal akan terus bertahan.

7. Tidak menerima anak apa adanya
Setiap anak belajar tetapi tidak pada waktu yang sama, kecepatanyang sama atau hal yang sama. Ada anak yang membaca pada usia 2tahun ada yang baru mulai membaca umur 9 tahun. Ada anak yang sangat mencintai bermain musik tetapi merasa tersiksa kalau harus melukis. Ada anak yang tidak menyukai matematika di usia SD tetapi sangat menonjol matematikanya di usai SMU. Ada anak yang memiliki kemampuan bermain bola tetapi tidak menyukai science. Orangtua yang ingin bertahan dalam homeschooling harus belajar menerima anak-anak seperti adanya mereka, memupuk dan menumbuhkembangkan apa yang ada di diri mereka bukannya malah mencekoki mereka dengan berbagai halyang sebenarnya hanya untuk memuaskan ego orang tua.

8. Mengharapkan kesempuranaanHomeschooling
Seperti segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita, homeschooling sangat jauh dari kesempurnaan. Orangtua yang berharap terlalu besa rbahwa dalam homeschooling segalanya adalah indah dan sempurna akan lebih mudah putus asa. Harus disadari bahwa baik orangtua dan anak-anak tidak terhindar dari perasaan-perasaan negatif seperti capai,stress, bosan, marah, sedih, kecewa, dll. Orangtua yang lebih terbuka dengan perasaan-perasaan tersebut akan lebih berhasil dalam homeschooling.