Saturday, August 12, 2006

The Apprentice: Bukan Hanya Milik Donald Trump

Mendengar istilah "The Apprentice" petama yang terlintas di benak kita selalu "Donald Trump". Tidak lagi! Kenapa? karena "The Apprentice" juga milik homeschooler. Menjadi "The Apprentice" atau "Anak Didik" sudah menjadi bagian dari homeschooling sejak lama. Apabila di Indonesia, menjadi anak didik/praktek kerja/kuliah kerja nyata hanya dinikmati oleh mereka di semester tinggi perguruan tinggi atau di sekolah-sekolah kejuruan, homeschooler bisa melaksanakannya sejak dini, kapanpun homeschooler ingin dan tertarik, dan kapanpun kesempatan ada (tentu saja harus proporsional sesuai dengan usia masing-masing homeschooler).

Lebih dari sekedar pengisi potfolio, kegiatan "Apprenticeship" memiliki beberapa keuntungan:

1. Memperluas kesempatan bersosialisai:
dengan kerja praktek langsung, terutama homeschooler akan banyak bertemu dengan banyak orang lain terutama orang dewasa. Bukankah sosialisasi tidak terbatas dengan teman sebaya saja?

2.Learning by Doing:
pernah ingat pepatah Cina: Tell me and I will forget: Show me and I may remember: Involve me and I will understand. Tidak heran kalau kita sering mendengar kalimat-kalimat "tidak ada gunanya belajar, nggak bisa dipakai kerja", "kuliah sama kerja beda sekali", dsb. Banyak hal yang bisa dipelajari dalam praktek di dunia nyata, yang jelas homeschooler tidak lagi ‘mengerjakan soal’ tetapi ‘menyelesaikan persoalan’, tidak hanya ‘book smart’ tetapi juga ‘street smart’.

3. Pengembangan diri:
Homeschooler bisa mendapatkan esensi bekerja baik secara fisik maupun emosional. Bisa mengalami berbagai macam tipe pekerjaan dengan berbagai macam tingkat kesulitan dan ‘financial return’. Input ini sangat penting dalam proses pendewasaan.

4. Inspirasi:
Homeschooler bisa jadiakan terinspirasi oleh satu jenis pekerjaan setelah ia memperoleh kesempatan untuk mengenalnya. Sangat beralasan bukan? Bagaimana kita bisa tahu bahwa kita akan mencintai suatu pekerjaan/bidang tertentu kalau apa dan bagaimananya kita tidak tahu sama sekali.

5. Cara pandang baru:
Kalaupun akhirnya homeschooler tidak ‘into’ pekerjaan dimana dia terlibat, paling tidak homeschooler secara tidak sadar telah belajar mengenai kehidupan orang lain, talenta orang lain, sehingga bisa timbul cara pandang baru, sikap menghargai. (lagipula, kita sering tidak terpikir untuk menghargai tempe yang murah sampai kita tahu kalau membuatnya tidak mudah)

6. Sikap terhadap uang:
Dengan bekerja (apalagi kalau orangtua bisa berkolaborasi supaya homeschooler digaji sesuai dengan jenis pekerjaannya), homeschooler jadi bisa lebih menghargai nilai uang. Bahwa yang selama ini mereka peroleh secara gratis adalah hasil kerja keras. Semoga dengan pengalaman tersebut, sikapnya terhadap uang bisa lebih bijaksana.

Bidang apa saja yang baik untuk kegiatan ini? Bidang pekerjaan apapun sama baiknya (tentu saja dalam ruang lingkup yang sesuai dengan nilai/norma yang dianut masing-masing keluarga). Kita yang mungkin berasal dari keluarga berada ada baiknya tidak memandang rendah pekerjaan seperti pertukangan, perbengkelan, masak-memasak, pertanian, dan pekerjaan lain yang diasosiasikan sebagai pekerjaan orang susah. Pernahkah kita bertanya-tanya kenapa teknologi terbaru di bidang cat, bahan bangunan, permesinan, bahkan panci dapur dan bahan membuat kue jarang yang berasal dari negeri kita? Mungkin sudah waktunya kita memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak-anak kita untuk mengenal berbagai macam hal di dunia ini. Karena hanya melalui pengenalan timbul minat, melalui minat timbul pemahaman, melalui pemahaman timbul kreatifitas, melalui kreatifitas terasah pikiran kritis dan inovasi.

1 Comments:

Blogger Siti Hannah said...

Bu Ines anda intelek sekalee seeh!. Thank God finally I've found people like u!

9:35 PM  

Post a Comment

<< Home