Friday, September 08, 2006

Bungaku tidak terbuat dari 0 dan 3

Akhirnya si gadis kecil (anak seorang kenalan) ini menyerah. Wajahnya murung, mungkin karena tidak mendapatkan pembelaan dari mamanya mengenai hasil gambarnya yang diberi nilai jelek oleh ibu guru. Karena si mama lelah mungkin karena seharian bekerja, ia hanya menjawab ringan “Ya lain kali ikutin saja apa kata bu guru, jangan macam-macam.”. Hari itu si gadis kecil (TK nol besar) diharuskan menggambar bunga dengan instruksi buat angka 0 di tengah kemudian angka 3 di sekeliling angka 0 sehingga jadilah bunga. Tetapi si gadis kecil mengikuti nalurinya sendiri dan menggambar bunga ‘versi’ dirinya dimana ada garis-garis, lingkaran-lingkaran dengan warna yang bermacam-macam. Dan dapat jeleklah dia.

Menyaksikan peristiwa seperti itu, ikut sedih juga hati ini. Dalam hati bertanya-tanya: apakah ibu guru tidak tahu ada bunga super besar dan tinggi ada juga yang sangat kecil sehingga butuh mikroskop untuk melihatnya. Ada bunga yang bermahkota ada juga yang tidak. Ada yang merah tetapi juga coklat dan hitam. Bermacam-macam bunga, bermacam-macam bentuk, warna, ukuran, aroma, dll. Kenapa kepercayaan diri dan daya kreativitas anak harus mati perlahan-lahan hanya karena bunga yang terbuat dari angka 0 dan 3?

Drawing is not just a medium or a technique: it is a human activity with a rich and complicated history. Tony Godfrey

Thursday, September 07, 2006

Rapor Homeschooler: Apalah Arti Sebuah Nilai

Ini adalah kejadian beberapa bulan lalu tentang seorang ibu yang bercerita kepada ibu-ibu lain tentang perjuangannya ‘mogok pulang’ dari sekolahannya demi memperoleh perubahan nilai dari 5 menjadi 7 di salah satu mata pelajaran. Ibu tersebut bercerita dengan semangat betapa anaknya sungguh patut mendapat nilai 7 dan bahwa sekolah telah bersikap tidak adil. Anak ibu tersebut duduk di kelas satu SD.

Kasus seperti di atas tentunya bukan ‘barang baru’. Tanpa melihat apakah orang tua atau sekolah yang salah, tidakkah menyedihkan bahwa sebagian besar dari kita tanpa sadar menjadi ‘gila’ akan ‘nilai’ yang berarti ‘score’ bukan ‘value’. Nilai nol tidak selamanya berarti kebodohan dan kegagalan. Nilai seratus juga tidak berarti kesempurnaan dan keberhasilan. Guru yang berbeda bisa jadi memberi nilai yang berbeda, waktu yang berbeda juga memberi nilai yang berbeda. 100 di tempat A belum tentu 100 di tempat B. Kenapa kita begitu terobsesi dengan nilai padahal setiap hari kita dihadapkan pada suatu relitas hidup yang terus berubah? Segala bidang ilmu berkembang setiap detik, dan kita masih meributkan bagaimana anak-anak bisa dapat ‘jurus-jurus sakti’ untuk mendapat nilai 100?

Kembali ke masalah homeschooling, apakah berbeda dari sekolah biasa homeschooling tidak perlu nilai? Ujian? Rapor? Ada waktu untuk semua itu. Ada waktu juga bagi anak untuk pada akhirnya tumbuh dewasa dan memahami sebuah sistem. Dari situlah dia nanti akan berangkat entah menjadi bagian dari sistem dengan perangkat ujian yang ada atau berani menentang sistem dan mengambil jalan hidupnya sendiri. Tetapi sampai saat itu tiba, tidakkah lebih berarti bagi anak-anak untuk menikmati pembelajarannya tanpa tekanan, kecaman, ancaman, paksaan dan ketakutan.

“jadi, anakmu dapat nilai berapa?” Hanya dia yang tahu, bagi kami orangtua cukuplah mendengar dia berkata:
“I am really good in computer. I can do lots of stuff with it”
“I am terrible in piano. I don’t think I will play it right in million years.”
“I love science especially chemistry experiment and biology”
“I have a very bad handwriting ha..ha..ha..”
“I don’t mind doing math but if I have to do the same thing again and again, I am mad”
“My best part of math is counting money”
“I hate swimming. I can’t stand water in my face. But I can’t touch the top of 30m high wall in just few seconds in wall climbing”
“If there’s time, can I learn traditional dance, specially the one from Aceh?”
“What I hate about history is reading things about war. I don’t want it”
“I am good in art, all sorts of art. I can even make animation with my digital image”
“I am interested in making characters and dubbing voices”
“I can only make one poem but that’s it”
“I will never ever try skydiving, don’t make me do it. I am scared of height.”
“I enjoy singing but my vocal is not so good”
and on……..and on……….

Suatu hari akan tiba waktunya bagi dia untuk mengerti dunia hitam di atas putih, suatu hari nanti…….

Monday, September 04, 2006

Necessity is the Mother of Invention

Penemuan-penemuan besar sebenarnya adalah buah dari sesuatu yang sangat sederhana yaitu “kebutuhan” yang kita hadapi setiap hari di dunia nyata, yang kemudian mendorong seseorang untuk berpikir dan terus mencari tahu.

Sudahkah kita memberikan kesempatan kepada anak-anak kita untuk hidup di dunia nyata? Jadi, kalau anak anda bertanya ‘kenapa lumpur panas di Sidoarjo masih terus menyembur?’, jangan kirim dia ke kamar untuk mengerjakan bank soal. Karena dengan mengerjakan soal-soal tersebut dia mungkin dapat nilai 100 tetapi dengan memupuk keingintahuannya, dia mungkin bisa menjadi berkat bagi berjuta-juta manusia.