Friday, October 10, 2008

Realita 12: Biar Tuhan yang Menilai

Namanya David (nama sengaja dibuat mirip), usia 8 tahun. Orangtuanya adalah kenalan saya, seorang pemimpin agama di sebuah lingkungan. David adalah anak yang baik, sopan dan berperilaku sangat positif.

Suatu ketika saya bertemu dengan ibu David setelah lama tidak berjumpa. Ketika membicarakan mengenai David, ibu tersebut memberitahukan bahwa David telah pindah sekolah karena tidak naik kelas. Dia tidak naik kelas karena nilai agamanya 2. Karena marah dengan guru agamanya orangtua David terpaksa memindahkannya ke lain sekolah. Menurut ibu David, guru agama tersebut sengaja memberi nilai jelek kepada anaknya karena meskipun menganut agama yang sama, mereka berbeda aliran dan pernah terlibat sebuah debat mengenai keyakinan aliran masing-masing.

"Yang pentingkan David tetap anak yang baik, tidak masalah dia hanya dihargai dengan nilai dua." Saya berusaha bersimpati.
"Saya tidak bisa terima, nilai rapor kan dibawa seumur hidup," sahut Ibu David. Karena beliau berpendapat seperti itu maka saya memilih untuk mengganti topik pembicaraan.

Saya tidak habis pikir, setelah sekian tahun berlalu ternyata nilai agama yang dibawah standar yang ditentukan masih bisa menyebabkan murid tidak naik kelas. Apakah kedalaman agama seseorang hanya bisa dilihat dari kemampuannya menjawab, paling-paling 40 soal saja? Apa hak manusia untuk mengadili manusia lain dengan angka-angka?

Apakah salah apabila ada keluarga yang memilih Tuhan sendiri sebagai pemberi nilai atas keyakinan mereka dan tidak melihat nilai agama di sekolah sebagai hal yang berarti? Agama.....Biarlah Tuhan yang menilai, manusia tidak usah ikut-ikut.

1 Comments:

Blogger Hani said...

Dear Mbak Ines,
Salam kenal. Tulisan2nya selalu menarik untuk dibaca. Jadi tetap semangat untuk menjalankan homeschooling buat anak2 saya karena saya baru memulainya.

Apa boleh saya minta alamat emailnya Mbak Ines? Email saya divaazka@yahoo.com

Terima kasih

7:31 AM  

Post a Comment

<< Home