Saturday, June 21, 2008

Refleksi Homeschool: Tukang Ayam

Ketika kita belajar mengenai bintang-bintang maka bintang-bintanglah yang akan kita pelajari. Ketika kita belajar mengenai ikan maka ikanlah yang akan kita pelajari. Tetapi seandainya kita mau membuka mata dan hati sebenarnya ada banyak pelajaran berharga yang tersembunyi dari setiap hal yang kita pelajari, yang terkadang luput dari kesadaran kita.

Malam itu Da Hye bergumam sendiri "Isn't it a miracle? I mean, can you imagine how a chicken lay an egg? Where does the shell come from?" (Tidakkah itu sebuah keajaiban? Maksudku, mama bisa membayangkan bagaimana ayam bertelur? Dari mana asalnya cangkang?) Karena dia begitu terheran-heran maka saya pikir inilah saat yang tepat untuk membawanya ke tukang ayam di pasar untuk melihat sendiri organ ayam yang menghasilkan telur.

Pagi harinya kami pergi ke pasar. Kami mengunjungi beberapa tukang ayam hidup tetapi tidak begitu beruntung karena ayam-ayam yang tersedia adalah ayam-ayam yang belum bertelur. Salah satu tukang ayam merekomendasikan satu-satunya tukang ayam di pasar yang menjual ayam-ayam yang sudah pernah bertelur, kami pun pergi ke los yang ditunjuk.

Setiba di los yang dimaksud, maka saya langsung mengemukakan maksud saya untuk menunjukkan kepada Da Hye organ ayam yang memproduksi telur. Tukang ayam
bermuka garang dengan tato di tubuhnya dan anting-anting di telinganya tersebut
mendengarkan celotehan saya dengan seksama. Kemudian tiba-tiba tanpa berbicara
dia mengambil seekor ayam dan berucap doa untuk menyembelih ayam tersebut. Tidak lama kemudian ayam telah dibelahnya dan dari dalam tubuh ayam tersebut diambilnya segumpal organ yang saya maksud dan ditunjukkan kepada saya dan DaHye.
"Ini dek yang menghasilkan telur. Lihat telur-telur yang sedang antri keluar, belum ada cangkangnya" sahutnya enteng. Karena kaget tukang ayam tersebut tiba-tiba menyembelih ayam maka saya berujar "Sebenarnya saya hanya bermaksud membeli telurnya saja, barangkali ada, tetapi karena sudah terlanjur, tidak apa-apa deh saya beli ayamnya sekalian."
"Tidak usah bu, nanti juga laku, ini telurnya buat adik" katanya sembari memasukan organ tersebut dalam plastik. Ketika saya hendak membayar Rp.5.000 rupiah untuk organ tersebut, tukang ayam tersebut mati-matian menolak. Maka kamipun pergi dengan sangat berterima kasih.

Sesampai di rumah, saya langsung meminta da hye untuk membaca beberapa referensi tentang telur ayam. Pagi itu saya begitu bersemangat untuk mendampingi da hye belajar mengenai reproduksi ayam tetapi da hye tidak sesemangat saya, tidak sesemangat waktu sebelum pergi ke pasar. Tiba-tiba dia berkata pelan "Mommy, that chicken man in the market...well, he looks like a gangster but he is so kind, don't you think? He doesn't seem to have much but he gives this to me for free. He even sacrificed his chicken." (mama, tukang ayam di pasar itu, dia kelihatan seperti gangster tetapi dia sangat baik, iya kan? Dia kelihatannya tidak punya banyak tetapi dia memberi ini kepadaku cuma-cuma. Dia bahkan mengorbankan ayamnya."

Tiba-tiba hati saya merasa kecut. Sepanjang pagi yang saya perdulikan hanyalah organ penghasil telur tersebut dan bagaimana Da Hye bisa mengerti mengenai konsep-konsep tentang keajaiban telur ayam (dan bukankah ini adalah salah satu poin yang seharusnya dipelajari dalam kurikulum homeschool kami) tetapi keajaiban lain, tentang kebaikan hati seseorang yang kelihatannya jahat, kebaikan hati seseorang yang tidak punya banyak, tidak saya perdulikan. Saya berpikir bahwa pagi itu Da Hye telah belajar tentang proses ayam bertelur, tetapi sesungguhnya yang lebih membekas di hatinya adalah pelajaran untuk tidak menghakimi seseorang hanya berdasarkan tampak luarnya, pelajaran mengenai kemurahan hati.

Mata hati anak terbuka setiap saat, mereka mampu melihat apa yang tidak atau lupa kita lihat. Saya masih harus banyak belajar.

1 Comments:

Blogger Angela Mulianie / Lia said...

Nice sharing mbak Ines. Kadang orangtua justru harus belajar kepada anak2 bagaimana memperhatikan hal2 yg kecil, belajar bagaimana tidak mendendam dan gampang sekali memberi tanpa banyak pertimbangan.

8:22 AM  

Post a Comment

<< Home