Monday, November 12, 2007

Realita 5

Pada suatu kesempatan, seorang teman yang menyekolahkan anaknya di sekolah
Montessori memaksa saya untuk ikut seminar yang diadakan salah satu ahli
pendidikan montessori dari Amerika Serikat bernama Mr. Charles karena dia sangat
kuatir dengan homeschooling yang kami jalankan. Demi melegakan hatinya, sayapun
pergi ke seminar tersebut.

Mr. Charles adalah seorang pria setengah baya yang memiliki sikap serta tutur
kata sangat lembut. Aura mukanya sangat kebapakan. Pada awalnya seminar hanya
dipenuhi dengan penjelasan mengenai mainan-mainan edukatif montessori yang
berbeda-beda utuk setiap golongan umur dan mengenai prinsip-prinsip Montessori.
Kemudian tiba saatnya untuk sesi tanya jawab. Tidak ada seorangpun yang
bertanya. Karena suasana hening untuk beberapa saat, saya terdorong untuk
menanyakaan sesuatu yang sebenarnya telah lama mengganjal hati saya. Sekolah
montessori bertujuan untuk menghasilkan anak didik yang mandiri, cinta belajar,
perduli lingkungan dan bersumbangsih terhadap sesama tetapi kenyataan yang
sering saya temui, meskipun ada juga anak-anak yang tumbuh sesuai yang
dicita-citakan, adalah anak-anak manja yang bertutur kata kasar kepada pembantu,
kurang memiliki sopan santun, perusak dan tidak mau belajar kecuali dipaksa.
Pertanyaan saya adalah bagaimana bisa demikian?
padahal mereka mendapatkan pendidikan Montessori yang sama, tetapi kenapa
hasilnya berbeda?

Jawaban Mr.Charles sungguh di luar perkiraan saya. Beliau menjawab, "Ini terjadi
karena mereka memiliki orangtua yang berbeda yang mendidik mereka secara
berbeda. Orangtua yang percaya pada prinsip montessori harus menjalankan prinsip
tersebut di rumah. Adalah salah mengharapkan sekolah untuk 'do the magic' karena
pendidikan yang terutama adalah tanggung jawab orangtua. Itulah salah satu
alasan kenapa seminar ini diadakan untuk para orangtua."

Teman saya memandang saya dengan senyum masam, mungkin merasa tidak enak karena
terlalu mengkhawatirkan kami dan menganggap bahwa homeschooling adalah ide yang
menakutkan. Terkadang kita merasa bahwa masalah pendidikan hanyalah masalah
seberapa besar kita mampu membayar untuk sebuah pendidikan berkualitas. Kita
beranggapan uang bisa membeli sebuah pendidikan dan mengharapkan orang lain
untuk menyelesaikan tugas yang seharusnya kita pikul.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home